Wisata Berkelanjutan Gaya Hidup

5 Fakta tentang Bersih Desa dan Realitasnya

bersih desa
Dokumen Pribadi Penulis - Bersih Desa
Spread the love


NGANTANG – Bersih Desa, tradisi ini turun-temurun dilakukan masyarakat pedesaan. Beda desa, beda tradisinya, tapi konteksnya sama. Tradisi tiap desa, lahir dari kearifan lokal setempat. Jangankan se-kabupaten, se-kecamatan saja, tiap-tiap desa beda tradisinya. Berbeda, bukan berarti yang ini benar, yang ini salah, semuanya benar, karena konsepnya muncul dari desa masing-masing.

Bersih Desa dan Mistis

bersih desa

Gambar oleh Sasin Tipchai dari Pixabay

Bagi yang awam atau gak ngerti, tapi sok pintar, berpikirnya yang nggak-nggak, bersih desa larinya ke hal-hal berbau mistis. Memang, harus diakui ada segmen-segmen yang katanya berbau ‘mistis’, tapi itu katanya. Kemistisan bersih desa, gak ada hubungannya dengan sesuatu yang sifatnya ‘dua arah’, gak ada itu. Justru sebaliknya, ‘arah vertikal’ selalu ada, ujung-ujungnya kepada Sang Tak Terbatas ruang batas waktu, Tak Terpikirkan dan Tak Tergambarkan.

Lebih dekat dengan “Bersih Desa”

bersih desa

Gambar oleh Sasin Tipchai dari Pixabay

Disebut ‘Tak Terbatas’, karena gak ada yang tahu batasan ‘teritorialNya’. Jangankan teritorial, batasan waktu tak dapat membendungNya. Sama juga dengan ‘Tak Terjangkau’, manusia gak mampu menembus eksistensiNya, termasuk dalam pemikiran. Sedangkan Tak Tergambarkan, manusia gak tahu wujudNya, bisanya cuma ‘visualisasi’ dari ‘pancaranNya’.

Alam ada dalam diri Sang ‘Maha’, bukan berarti alam ‘body in body’, tetapi visualisasi ‘kecil’ yang bisa diterjemahkan ‘indera’ manusia. Di dalam alam, ada manusia, binatang dan tumbuhan. Disini ada hukum alam yang sulit dibantah, kecuali orang ‘ngeyel’. Tanpa manusia, binatang maupun tumbuhan tetap eksis hidup di alam, dan tanpa binatang, tumbuhan tetap eksis di alam. Sebaliknya, tanpa binatang maupun tumbuhan, manusia gak bakalan eksis di alam.

Baca Juga: Cerita traveling ke Malang: Wisata Sejarah

1. Konsep bersih desa

bersih desa

Gambar oleh PublicDomainPictures dari Pixabay

Dalam konsep bersih desa, sebenarnya merujuk pada eksistensi manusia, binatang dan tumbuhan di alam ini. Artinya, harmonisasi kehidupan di alam ini bisa berjalan, kalau tidak ada yang dominan, lalu menguasai, selanjutnya memunahkan (sengaja/tidak sengaja).

Misalnya pelestarian pohon-pohon di hutan, kalau ditebang lalu lenyap, resiko harus dihadapi, yaitu longsor hingga banjir, ini konsekuensinya. Contoh berikutnya, memotong ‘rantai’ binatang di persawahan, tikus atau katak dimakan ular, ular dimakan sesama ular atau garangan. Kalau salah satu binatang ‘dipunahkan’, sudah pasti ada ‘penggelembungan’ jumlah, ujungnya gak ada kontrol populasi.

2. Dimensi alam dalam bersih desa

bersih desa

Gambar oleh Sasin Tipchai dari Pixabay

Sama halnya dimensi alam, yang satunya didominasi makhluk yang terlihat, satunya lagi didominasi makhluk tak kasat mata. Kedua dimensi tersebut berada dalam satu alam, artinya beda makhluk, beda dimensi, tapi satu alam. Harmonisasi beda dimensi, tak jarang yang menerjemahkannya secara berat sebelah, tak mau diposisi tengah alias netral.

Wujud tradisi bersih desa, bisa dilihat, bisa dirasakan, karena memang divisualisasikan. Salah satunya ‘nyadran’, konotasinya ‘negatif’ bagi mereka yang mencomot literasi ‘liar’ tanpa menengok ke belakang, maksudnya literasi yang sebenarnya (peradaban masa lalu).

Nyadran adalah wujud penghormatan atau terima kasih kepada orang-orang terdahulu yang membuka lahan, ujungnya berubah menjadi pemukiman penduduk bernama desa (Tani dalam teks kuno). Yang datang duluan bersusah payah membuka lahan, yang datang di akhir tinggal meneruskan, sekaligus memajukannya, sesuai perkembangan jaman. Artinya, ada korelasi siapa yang berjasa, siapa yang berterima kasih, ini hubungan imbal baliknya, gak ada yang lain.

3. Realitas dalam bersih desa

bersih desa

Gambar oleh Ulrike Mai dari Pixabay

Mengungkap realitas dari suatu tempat, entah itu terhubung dengan peradaban masa lalu atau kearifan lokal, bisa jadi sejalan dengan literasi yang sudah ada sebelumnya, tapi bisa juga berlawanan arah. Logika jadi akar tunggal untuk mengungkapnya, nalar dijadikan perbandingan kebenaran dari literasi yang sudah ada, sedangkan akal sehat digunakan saat argumen sewaktu-waktu muncul, tapi bukan untuk debat kusir.

Ketika realitas itu diungkap secara ‘ekstrim’, sudah pasti ada yang mendebat, itu hal wajar, beda pendapat sah-sah saja, asal ada dasarnya. Yang penting, realitas diungkap secara ‘netral’, alias tidak berat sebelah. Tradisi turun temurun, sudah pasti ada sebab akibat, tanpa sebab akibat, mustahil tradisi itu muncul, dalam artian tradisi itu muncul disebabkan ada ‘riwayat/histori’, akibatnya muncul wujud yang diterjemahkan lewat suatu tradisi.

4. Pesan tersembunyi dalam bersih desa

bersih desa

Gambar dari Pixabay

Setiap tradisi ujungnya adalah ‘pesan’ yang tersembunyi, namun bukan berarti pesan itu tak bisa dijelaskan atau tak bisa diketahui. Tergantung orang mendengar, melihat, merasakan pesan itu sebagai apa, karena pesan itu tidak bersifat mutlak dan absolut. Apa benar pesan itu terkorelasi dengan sesuatu yang mistis? jelas tidak, tidak ada hubungannya dengan yang berbau mistis, tapi lebih cenderung ‘kesadaran’ akan ‘identitas’.

Maksudnya? identitas anda sebagai siapa, kalau orang Jawa, idealnya membuktikan ‘ke-Jawa-annya’, bukan identitas yang kulturnya beda. Kalau dicermati ‘benang merahnya’, identitas itu ‘lahir’ dari eksistensi orang-orang terdahulu yang menyesuaikan ‘geografis’. Misalnya, pakaian, pakaian org Jawa menyesuaikan geografis. Andaikata pulau Jawa berada di kutub utara/selatan, mustahil pakaian tradisionalnya yang kita lihat saat ini, sudah pasti menyesuaikan geografis.

Cerita ‘Babad Desa’, hampir rata-rata alur ceritanya gak masuk akal, alias condong ke genre ‘fantasi’. Tapi gak semua desa, ada juga yang alur ceritanya biasa-biasa saja. Bahkan ada yang diwarnai ‘keturunan’ para Raja tempo dulu atau ‘orang penting’ dari peradaban masa lalu. Gak cuma itu, ada juga yang dikorelasikan dengan dongeng-dongeng rakyat. Inilah yang dimaksud kearifan lokal, percaya silahkan, tidak percaya boleh, gak ada paksaan mau percaya atau tidak.

Ada kemenyan atau dupa dalam bersih desa, lalu salahnya dimana? gak ada salahnya, yang ada orang cari kesalahan karena adanya kemenyan atau dupa. Kalau kemenyan atau dupanya gak ada salahnya. Orang dulu, menggunakan kemenyan/dupa untuk menguatkan fokus, sekaligus merefresh atau start tanpa loading. Bau dari kemenyan/dupa itu memicu ‘something’ manusia, disinilah fungsi sebenarnya.

5. Domino Effect dalam bersih desa

bersih desa

Gambar oleh Edgar Curious dari Pixabay

Tak cuma untuk manusia, makhluk dari dimensi lain juga ikutan, artinya ada domino effect tak kasat mata, tapi jangan langsung berpikirnya negatif. Ini domino effect keseimbangan beda dimensi, bukan berarti seimbang itu menyatukan, melainkan berdampingan. Ini yang kadang diterjemahkan sesuai kehendak, gak mau lihat sana sini.

Kedepan, kita akan kupas satu persatu domino effect bersih desa hingga tradisi yang bisa mendatangkan ‘cuan’. Buktinya ada, bisa dibuktikan kebenarannya. Realitas bersih desa tak jarang menerima ‘hak angket’ dari orang-orang yang gak ngerti sejarahnya. Tapi, itu hak mereka, sebaliknya hak kita untuk melestarikannya.

Orang yang cuman lihat sepintas, lalu langsung statement, tanpa mengetahui yang sebenarnya, sudah pasti ‘ketok palu’. Ketok palunya bersifat tuduhan, yang namanya tuduhan, statusnya gak pasti, bisa iya, bisa tidak. Lebih parah lagi, melihatnya cuman satu pandang saja, itupun dikorelasikan ‘backround’ dia, ya jelas berat sebelah.

Tradisi selamatan, identik makanan-makanan tradisional, yang namanya tradisional, gak mungkin ada fried chicken, hamburger, pizza apalagi donat. Semua makanan itu, dimakan rame-rame warga setempat. Biasanya, disitu ada tumpeng, kalau gak nasi kuning, ya nasi putih.

Selamatan, kata ini sering dicampur aduk tanpa klarifikasi dulu, yang penting dianya benar, orang lain salah. Dalam bersih desa, selamatan tetap selamatan, ucapan syukur sekaligus permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selamatan itu diwujudkan berupa tradisi turun temurun. Tradisinya ‘universal’, gak ada patokan, yang penting ada gotong royong, sambung rasa dan kepedulian.

Jangan berpikir selamatan itu ujung-ujungnya upaya atau praktek membagi ‘dua arah’, ini pemikiran yang salah. Silahkan cek sendiri, semua tradisi selamatan tidak ada praktek yang sifatnya ‘menduakan’ Sang Maha Pencipta, gak ada dualisme apapun disitu.

Memang, ada pernyataan ‘Dahyang’ dalam tradisi tersebut, tapi arahnya bukan ke bangsa demit, itu ucapan terima kasih kepada orang-orang terdahulu yang sudah membuka lahan pertama kalinya untuk pemukiman, atau disebut cikal bakal. Jadi, jangan dari katanya dan katanya, cek sendiri referensi yang kredibel.

Ada bunga, ada menyan, ada dupa, ini hubungannya apa? wewangian ini umum muncul dalam tradisi bersih desa. Ini wajar, gak ada hubungannya ngasih makan bangsa demit, ini pernyataan yang salah dan ngawur, artinya sudah salah, ngawur lagi, double kekonyolan.

Wewangian itu menjadi prasarana menetralisir aura-aura negatif di sekitar lokasi, sekaligus mengaktifkan energi positif dari bau harum. Kalau disekitar lokasi harum baunya, ada perbedaan suasana dibanding sebelumnya. Apalagi menyan atau dupa yang dipakai ‘bermerk’, ini lebih punya greget.

Contohnya seperti ini, anda duduk sambil merokok dan minum kopi, disekitar anda, banyak tai (kotoran) ayam. Bagaimana respon anda? sudah pasti gak nyaman, maunya refresh ngerokok sambil ngopi, tapi terganggung sama bau tai ayam.

Beda lagi kalau anda merokok sambil minum kopi, disekitar anda ditanami bunga-bunga yang harum, sudah pasti nyaman, relaksasinya mengena. Seperti itulah gambaran adanya wewangian dalam tradisi bersih desa, khususnya saat selamatan.

Dalam tradisi selamatan, biasanya ada pertunjukan atau hiburan rakyat, bisa wayang, bisa jaranan, bisa juga tayub, tergantung mindset desa masing-masing. Mindset ini gak bisa dipaksakan harus seperti ini, seperti itu, sebab tiap-tiap desa punya kearifan lokal masing-masing.

Kalau ada yang ngomong wayang, jaranan, tayub dan lain-lain untuk menyenangkan dahyang setempat, ini bisa dikatakan keliru. Hiburan itu adalah identitas warga desa setempat, yang dipatok oleh perintis atau pembuka lahan pemukiman terdahulu (dahyang). Ini yang salah kaprah, asumsi diatas asumsi, ya jelas unjungnya amburadul.

Hiburan tetaplah hiburan, hiburan wujud dari sukacita, sukacitanya warga desa atas hasil jerih payah para pendahulu, termasuk dahyang itu sendiri. Kalau warganya happy, sudah pasti desa ini bisa dikatakan sukses, sukses bersosial, sukses bermasyarakat. Ini yang sering disalah artikan.

Keberadaan punden, bisa makam, bisa petilasan, tapi gak ada hubungannya dengan yang namanya dimensi lain. Punden tetap punden, jejak peradaban masa lalu, yang bisa dilihat hingga saat ini. Eksistensi energy-energy tak kasat mata disekitarnya, datangnya belakangan, gak ada hubungannya dengan awal mula berdirinya pemukiman yang disebut Tani atau Desa.

Energy cerdas seperti orbs, ektoplasma hingga vortex, sampai-sampai ada fenomena poltergeist, ini disebabkan adanya interaksi segelintir manusia disekitarnya. Keramat, ini kata yang salah ditafsirkan, kalau dari awalnya salah tafsir, diakhirnya lebih parah lagi, double ngawur.

Dikatakan keramat, bukan disebabkan besar kecilnya energy cerdas di sekitar lokasi, tapi lebih mengarah pada bukti otentik peradaban masa lalu. Kesakralan tempat, tergantung mindset manusia di sekitarnya, gak ada korelasinya dengan yang dimaksud cikal bakal, ini beda lagi.

Siapa bilang tradisi bersih desa gak bisa hasilkan duit buat rakyatnya? Di beberapa desa, ada yang sukses menarik perhatian publik, gak cuma skala lokal, lintas daerah ada juga, bahkan ada juga yang mampu menarik turis mancanegara. Daya tarik itu bukan cuma karena tradisinya, melainkan banyak faktor yang mendukung.

Ujung-ujungnya, ‘cuan’ datang, rakyat desanya dapat rejeki nomplok, ada pendapatan keluarga yang tidak terduga, alias diluar matematika rumah tangga. Yang diuntungkan bukan segelintir orang, tapi banyak orang. Kita akan buka satu persatu rantai ekonomi yang muncul dari ‘domino effect’ tradisi bersih desa.

Suatu tradisi, kalau publikasinya masif, gak cuma se-kecamatan yang tahu. Masifnya gak cuma satu arah, tapi banyak arah, yang ini harus dibidik. Apalagi jaman sekarang, gak ada ceritanya publikasi lokal, semua publikasi bisa kemana saja. Hal itu disebabkan munculnya internet, gak cuma diperkotaan, internet sudah bisa diakeses diberbagai pedesaan.

Media sosial, ini bisa disebut jalan pintas, bisa juga disebut jalan alternatif, tergantung orang yang mengakses, mau dikemanakan arah publikasinya. Dianya profesional apa ngak, kalau cuma sekedar amatiran, gak bakal publikasi tepat target, yang ada sasaran meleset. Butuh publikasi yang digarap secara profesional, artinya publikasi itu menarik perhatian publik, tidak sebatas informasi umum.

Menariknya apa? tergantung apa yang dipublikasikan, kalau publikasinya biasa-biasa saja, hasilnya juga biasa-biasa saja. Publikasi harus ada targetnya, kalau gak ada target, gak bakalan ada respon. Respon yang besar dari publik, sangat dibutuhkan, semakin besar respon, semakin besar juga daya tarik publik.

Contoh domino effect dalam bersih desa

Misalnya publikasi via facebook, instagram atau youtube, buat sejelas mungkin sisi menarik dari tradisi itu. Kalau di facebook, umumnya foto yang disertai keterangan, dan keterangan ini gak cuma sekedar keterangan, tapi penjelasan yang sejelas-jelasnya. Beda lagi kalau instagram, foto dibuat se-profesional mungkin, supaya orang tertarik lihat langsung tradisi itu. Demikian juga youtube, video dibuat sebagus dan semenarik mungkin, agar orang tertarik untuk datang.

Tak cuma itu, media online bisa dimanfaatkan, kalau masif tidaknya, tergantung maunya masif atau biasa-biasa saja. Kalau media online, sudah pasti mindsetnya gak sama dibanding facebook, instagram atau youtube. Mindset inilah sebagai pembeda diantara publikasi lainnya.

Rantai ekonomi sudah pasti muncul, kalau tradisi bersih desa itu menarik perhatian publik. Yang dimaksud publik disini, gak cuma lingkup satu desa atau satu kecamatan, tapi bisa lintas daerah. Ekonomi gak bisa diabaikan, karena dari ekonomi inilah orang bisa dapat duit, dan duitnya bisa digunakan kebutuhan harian.

Contohnya seperti ini, ada tradisi yang menarik perhatian banyak orang, mau ke lokasi kadang orang berpikir, mau pakai kendaraan pribadi atau gunakan ojek online (ojol). Kalau pakai ojol, otomatis menimbulkan domino effect bagi mereka yang aktif di dunia ojol.

Di lokasi tradisi itu diadakan, kalau ramai orang, sudah barang tentu ada pedagang disekitarnya. Umumnya, yang nonton gak cuma nonton saja, mereka butuh sesuatu yang bisa dimakan dan diminum. Disinilah domino effect bagi para pedagang, dapat duit dari penonton yang ada di lokasi tradisi itu.

Gak cuma itu, kalau yang nonton itu youtuber atau facebooker, itu orang pasti mengupdate tradisi bersih desa. Harapannya sudah pasti, dapat subscriber, dapat viewer, ini juga bisa dikatakan domino effect dari tradisi bersih desa. Kalau yang ini, Domino effectnya dua arah, yang satu dapat subscriber atau viewer, yang satunya lagi dapat promosi gratisan.

Ini contoh kecil dari domino effect yang muncul dari tradisi bersih desa. Jadi, jangan heran kalau ada tradisi bersih desa yang mampu mendongkrak ekonomi rakyatnya. Dari sinilah ekonomi dan budaya terikat, kalau sudah terikat, yang diuntungkan rakyatnya. (dodik)

Tentang penulis

dodik suwarno

dodik suwarno

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x