Saya terkena virus Corona, beberapa minggu setelah kembali ke Denpasar dari Jakarta, padahal sudah di rumah saja. Hanya sesekali pergi mengurus hal-hal sangat mendesak yang menjadi alasan utama kami melakukan perjalanan ini. Saat pergi ke restoran-restoran dekat rumah dengan istri, itu pun juga langsung pulang setelah selesai makan. Sejujurnya tidak teridentifikasi sama sekali asal penularannya dari mana, walaupun tentu ada beberapa dugaan pribadi.
Saya bukan kontributor tetap YoExplore, tapi izinkan pada saat ini saya berbagi pengalaman selama terkena virus Corona.
Table of Contents (Daftar Isi)
Gejala Awal Terkena virus Corona
Ini terjadi 3 minggu setelah perjalanan karena kami telah melewati periode isolasi mandiri setelah perjalanan selesai yaitu selama 2 minggu. Karena itu, dapat disimpulkan, kemungkinan besar penularan terjadi pada transmisi lokal di Denpasar.
Kamis malam rasanya mulai meriang, kalau ada angin sepoi-sepoi pun terasa dingin menusuk. Jumat pagi saya pergi ke poliklinik umum dengan diantar istri karena demam 38o C. Dokter memberikan obat demam, obat batuk dan antibiotik. Namun waktu itu, masih belum ada identifikasi penyakit tertentu, dianggap hanya flu biasa. Sepanjang Jumat sampai Senin pagi, demam ini muncul setiap jam 8 pagi, jam 2-3 siang, dan jam 7 malam. Kami masih belum menduga terkena virus Corona karena hanya demam dan keringat dingin 2-3 jam sesudahnya. Kecurigaan mentok hanya ke arah demam berdarah (DBD) atau tifus.
Hari Senin pagi, karena sudah demam 3 hari, saya dan istri memutuskan untuk mengunjungi Rumah Sakit (RS) Siloam Denpasar. Dilakukan tes darah, dengan hasil leukosit tinggi yang ternyata merupakan tanda infeksi sedang terjadi. Juga dengan alat jepit oksigen darah, SpO2% kurang dari 92. Rapid test dan X-ray juga direkomendasi dokter, tapi karena waktu tunggu yang cukup lama, kami memutuskan untuk tidak lakukan pada saat itu. Mempertimbangkan pengalaman setelah menunggu 1 jam di luar gedung RS yang kondisinya berangin.
Padahal semua hasilnya negatif…
Obat yang diberikan saat di poliklinik umum pun habis pada hari Rabu. Hari kamis (hari ke-7 setelah meriang), gejala masih sama, demam naik-turun sampai 38o C, dan batuk kering mulai melanda. Akhirnya diputuskan untuk rawat inap, karena sampai detik itu, belum diketahui penyakitnya. Masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan difoto Rontgen/X-ray, juga rapid test. Semua hasil negatif.
Setelah seharian menunggu di IGD untuk hasil tes ini (belum boleh masuk apabila hasil tes belum keluar), akhirnya menjelang malam boleh masuk kamar rawat inap. Namun prosedur RS mewajibkan tes CT scan, karena belum diketahui pasti penyebab sakitnya.
Pasca Terkonfirmasi COVID-19
Menjelang tengah malam akhirnya CT scan pun dilakukan, dan hasilnya terlihat Ground Glass Opacity (GGO) pada paru-paru. Pihak RS segera bergerak cepat dan melakukan administrasi ruang isolasi COVID-19. Jam 2 dini hari, saya dipindahkan ke ruang isolasi 1 (terindikasi COVID-19) dan paginya PCR / swab test specimen 1 dilakukan. Sepanjang hari ini saya banyak tidur saja dan makan makanan dari rumah sakit. Nafsu makan masih normal. Esok paginya, PCR / swab test specimen 2 dilakukan.
Hari Sabtu siang diumumkan saya positif terkena virus Corona dari hasil specimen 1. Saya langsung dipindahkan ke ruang isolasi 2 yaitu untuk yang terkonfirmasi COVID-19 dan mulai diberikan obat-obatan khusus COVID-19. Beberapa diantaranya adalah Tamiflu, Hydroxychloroquin, Fluimucil, serta antibiotik.
Perjuangan 5 hari karena nafsu makan hilang, melihat makanan langsung eneg, bukannya jadi ingin makan. Setelah 1 minggu, dites PCR kembali dan hasilnya negatif. Berangsur-angsur nafsu makan juga kembali dan saya bisa menghabiskan lagi makanan dari rumah sakit. 3 hari kemudian sudah boleh pulang.
Sekadar tips untuk yang merasa demam:
- Apabila demam tidak berhenti sampai 3 hari, segera cek ke dokter
- Demam COVID-19 beda dengan demam DBD / tifus. Demam COVID-19 akan naik pada pagi, siang, dan malam hari.
Tips untuk menanggulangi mual ketika terkena virus Corona
Pada waktu tinggal di rumah sakit dan dalam pengobatan, beberapa obat yang diberikan, adalah tablet hydroxychloroquine (Generik), Kapsul oseltamivir / Tamiflu, dan tablet larut air / effervescent Fluimucil. Kecurigaan saya, salah satu atau dua dari tiga obat tersebut membuat mual bukan kepalang, ditambah lagi bilik saya yang berada persis di bawah AC dengan hembusan konstan udara dingin. Tidak lupa makanan dari rumah sakit yang selalu datang dalam keadaan sudah dingin, dan tidak ada alat pemanas (memangnya hotel? Hehehe…) dan tentunya penyakitnya sendiri yang memang membuat mual.
Alhasil semua acara makan pagi / siang / malam (waktu yang biasanya paling saya tunggu-tunggu, hehehe…) menjadi waktu yang paling menyiksa. Saya berakhir selalu dalam keadaan lapar tapi malas makan, semua karena mual.
Cara saya menanggulangi mual selama terkena virus Corona:
- Makan makanan yang berkuah dan tidak berminyak, serta perbanyak buah-buahan seperti:
-
- Buah semangka, pepaya, melon, jeruk, jambu klutuk merah, serta apel terutama apel Fuji.
- Roti tawar tanpa selai atau topping lainnya.
- Spaghetti dengan saus tomat saja seperti Spaghetti Napolitana. Usahakan tidak dibuat manis.
- Makanan berkuah, usahakan yang masih panas.
- Jangan lupa untuk mengonsumsi air putih.
- Konsumsi obat domperidone seperti Vometa FT, untuk dikonsumsi sebelum makan jika rumah sakit menyediakan.
- Jika mengonsumsi obat dosis tinggi yang berbasis tablet larut air atau effervescent seperti Acetin dan Fluimucil, sebaiknya tunggu sampai gasnya habis sebelum diminum. Percepat proses menghilangkan gas dengan mengocok dan mengaduk larutan obat.