Berita & Acara

Data Dari Gilead Tentang Percobaan Obat Untuk Coronavirus Menunjukkan Respon Dari Pasien

obat untuk virus corona - yoexplore, liburan keluarga - yoexplore.co.id
image source: ayosemarang
Spread the love


YOEXPLORE, Tour Operator – Sahabat explorer, sampai hari ini, peneliti dan para ahli masih terus melakukan riset mengenai obat untuk virus corona. Mulai dari obat flu Avigan sampai obat untuk malaria sudah pernah dicoba untuk menyembuhkan pasien Covid-19. Perubahan memang ada, namun tidak maksimal. Oleh karena itu, para peneliti terus memperjuangkan vaksin untuk virus SARS-CoV-2 yang dapat menyebabkan penyakit Covid-19 ini. Sebuah perusahaan bioteknologi dari Amerika Serikat memiliki data mengenai percobaan obat untuk virus corona terhadap pasien yang terinfeksi. Berikut adalah informasinya yang dilansir dari STATNEWS.com .

Baca Juga: Kenali Gejala Baru Coronavirus Berikut Ini

Obat Untuk Virus Corona

Sebuah rumah sakit di Chicago merawat pasien Covid-19 yang parah dengan obat antivirus yang dibuat oleh Gilead Sciences, yaitu  remdesivir. Dalam uji coba klinis yang diawasi dengan ketat, terlihat pemulihan yang cepat pada gejala demam dan juga gangguan pernapasan. Hampir semua pasien bisa keluar rumah sakit hanya dalam waktu kurang dari seminggu.

Remdesivir adalah salah satu obat pertama, yang dalam sebuah tes di laboratorium, diidentifikasi memiliki potensi untuk pasien yang terkena virus SARS-CoV-2, virus corona baru yang menyebabkan Covid-19. Seluruh dunia sedang menunggu hasil dari uji klinis Gilead Sciences tersebut. Jika hasilnya positif, maka kemungkinan untuk mendapatkan persetujuan dari Food and Drug Administration dan badan pengaturan lainnya bisa dipercepat. Apabila sudah terbukti aman dan juga efektif, maka ini bisa menjadi obat pertama yang disetujui untuk melawan penyakit Covid-19 ini. 

Untuk pengujian remdesivir tersebut, University of Chicago Medicine telah merekrut 125 orang yang positif Covid-19. Mereka ikut sertadalam dua uji klinis Fase 3 Gilead. Dari semua pasien terinfeksi tersebut, 113 diantaranya memiliki gejala yang berat. Semua pasien dirawat  dengan diberikan cairan infus remdesivir

Menurut Kathleen Mullan, spesialis penyakit menular University of Chicago, yang juga berperan sebagai pengawas dalam penelitian remdesivir ini, mengatakan bahwa pemberian obat ini telah memberikan hasil positif. Hal ini terlihat dari membaiknya kondisi sebagian besar pasien, bahkan para pasien ini sudah bisa keluar rumah sakit. Menurut beliau ini hal yang bagus, terlepas dari adanya dua pasien yang tidak berhasil diselamatkan setelah menjalani terapi remdesivir ini. 

Komentar dari Kathleen Mullane tentang remdesivir tersebut  disampaikan saat diskusi video tentang hasil uji coba dengan para anggota fakultas University of Chicago yang lainnya. 



Pengujian Remdesivir Terus Berlanjut

Uji coba yang sama terhadap pemakaian remdesivir untuk pengobatan pasien yang terkena covid-19 sedang dilakukan di institusi lain. Sayangnya, belum ada data klinis lain yang dipublikasikan, baik oleh institusi penguji tersebut maupun oleh Gilead selaku perusahaan pembuat remdesivir untuk mendukung hasil uji klinis dari University of Chicago Medicine. Meskipun demikian, pengujian ini setidaknya mendapat dukungan dari Presiden Amerika Serikan, Donald Trump, yang optimis terhadap potensi obat remdesivir ini berdasarkan hasil positif yang diperlihatkan dalam pengujian. 

Gilead, sebagai institusi pembuat obat remdesivir, saat ini masih menantikan data dari studi yang sedang berlangsung, yang melibatkan kasus dengan pasien parah di bulan April. Mullan, perwakilan dari Gilead Science, mengatakan, bahwa data tersebut kemungkinan besar akan tersedia dalam minggu ini. Dengan diperolehnya data tersebut, Gilead akan bisa mendapatkan gambaran yang lebih baik lagi terkait efektifitas obat remdesivir untuk pengobatan pasien yang positif covid-19. Sembari menunggu data tersebut, pihaknya enggan untuk mengambil kesimpulan terlebih dahulu. Terlebih lagi, menurut pengakuannya, uji coba penggunaan remdesivir terhadap pasien dengan kasus berat tersebut tidak dibarengi dengan uji kelompok kontrol sebagai perbandingan. 

Namun demikian, Mullan menunjukkan optimismenya dengan memberikan penekanan terhadap hasil positif yang telah terlihat saat ini. Beliau mengatakan bahwa kurva demam mengalami penurun segera setelah pasien menerima terapi obat remdesivir. Bahkan, beliau menambahkan, para pasien yang menerima terapi ini berhasil lepas dari ventilatornya sehari setelah terapi diberikan. Lebih lanjut, beliau juga mengatakan bahwa sebagian besar pasien yang menjalani terapi remdesivir ini berhasil sembuh dan meninggalkan rumah sakit dalam waktu enam hari sejak terapi diberikan dan mungkin hanya tiga pasien saja yang membutuhkan waktu lebih lama, yani 10 hari terapi.  

Di sisi lain,  Eric Topol, direktur Scripps Research Translational Institute, memberikan dukungannya terhadap uji klinis remdesivir ini dengan menggambarkannya sebagai “menjanjikan”.  Beliau mengatakan, bahwa pasien yang terkena gejala sangat parah memiliki risiko kematian yang tinggi. Jadi, menurut beliau, jika benar bahwa banyak dari 113 pasien berada dalam kategori itu dan dipulangkan, itu merupakan sinyal positif yang lainnya bahwa obat tersebut memiliki kemanjuran. Hanya saja, menurut beliau, lebih banyak data dari studi terkontrol secara acak sangatlah diperlukan untuk pengambilan kesimpulan yang lebih baik. 

Testimoni Pasien Covid-19

Slawomir Michalak, seorang pekerja pabrik berusia 57 tahun dari pinggiran barat Chicago, termasuk di antara peserta dalam studi Chicago tersebut. Salah satu putrinya mulai merasa sakit pada akhir Maret dan kemudian didiagnosis dengan Covid-19 ringan. Michalak, sebaliknya, merasakan gejala demam tinggi dan mendapatkan sesak napas dan sakit parah di punggungnya. Ia menggambarkan rasa sakit akibat sesak napasnya tersebut seperti seseorang yang sedang meninju paru-parunya. 

Atas desakan istrinya, Michalak pergi ke rumah sakit University of Chicago Medicine pada hari Jumat, 3 April 2020. Saat itu, demamnya melonjak hingga 40 derajat celcius! Dia punkesulitan untuk bernapas. Di rumah sakit, dia diberi oksigen tambahan. Dia juga setuju untuk berpartisipasi dalam uji coba klinis Covid-19 dengan gejala parah, yang diselenggarakan oleh Gilead. 

Infus remdesivir yang pertama adalah pada hari Sabtu, 4 April 2020. Dia menyampaikan bahwa demamnya turun setelah infus pertama tersebut dan dia pun merasa lebih baik. Dosis kedua, yang diberikan kepadanya pada hari Minggu, telah memberikan hasil positif untuknya. Dia pun bisa melepaskan oksigen tambahan tersebut. Setelah menerima dua infus remdesivir setiap harinya, dia pun dinyatakan sehat dan mendapat izin ke luar dari rumah sakit pada hari Selasa, 7 Aril 2020. Dia mengungkapkan kebahagiannya dengan mengatakan remdesivir sebagai sebuah keajaiban. Kini, dunia pun sedang menunggu hasil studi yang lebih komprehensif terhadap obat remdesivir  ini. 

Sahabat explorer, mari kita berharap agar remdesivir bisa dijadikan obat untuk virus corona sementara ini. Semoga hasil uji coba lebih lanjutnya semakin menunjukkan arah yang lebih positif lagi. Selagi itu, tetap #dirumahaja dan terapkan PSBB di lingkungan kamu dengan baik, ya. Sampai bertemu lagi di tulisan berikutnya dan stay safe, explorer!

 

Tentang penulis

Romzi Shamlan

Romzi Shamlan

Saya adalah kontributor untuk majalah YOEXPLORE pengalaman dalam blogging di bidang musik, membuat konten kreatif di bidang musik, radio, dan film.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x